Pemerintah Desa Slogoretno Kembangkan Kakao sebagai Andalan Program Ketahanan Pangan

Pelatihan Budidaya Kakao sebagai bagian dari Program Ketahanan Pangan Pemerintah Desa Slogoretno  
Mitrapolrinews.com- Pemerintah Desa Slogoretno, Kecamatan Jatipurno, Kabupaten Wonogiri, memilih tanaman kakao atau cokelat untuk dikembangkan sebagai andalan program ketahanan pangan berbasis kerakyatan. Kakao dinilai sangat potensial dibudidayakan oleh warga desa tersebut karena memiliki nilai ekonomi tinggi.

Kepala Desa Slogoretno, Suparmanto, mengungkapkan bahwa mulai tahun 2024 ini, pemerintah desa mengalokasikan 20% dana desa untuk ketahanan pangan berupa pengembangan budidaya kakao di rumah-rumah warga. Pemerintah Desa menganggarkan Rp160 juta untuk program peremajaan dan ekstensifikasi tanaman tersebut.

Suparmanto menilai kakao berpotensi menjadi tanaman unggulan di Desa Slogoretno. Tanaman ini sudah ada di desa itu sejak tahun 1999. Mayoritas pekarangan rumah-rumah warga sudah ditanami kakao sejak lama, meskipun jumlahnya tidak banyak. Namun, selama ini warga tidak merawat tanaman itu dengan benar. Banyak tanaman kakao yang dibiarkan tumbuh begitu saja, meskipun tetap berbuah. Warga pun biasa memanen dan menjualnya ke pasar atau tengkulak, namun kualitas dan kuantitasnya belum optimal karena mereka belum tahu cara merawat kakao dengan baik.

Berdasarkan inventarisasi beberapa waktu lalu, ada sekitar 2.500 pohon kakao yang masih produktif di Desa Slogoretno. Pada Mei 2024, Pemerintah Desa Slogoretno menyelenggarakan sosialisasi dan pelatihan budidaya kakao selama tiga hari. Peserta pelatihan ini berjumlah 450 orang, yang merupakan wakil dari setiap keluarga di Desa Slogoretno. Pada awal Juni 2024, warga desa mengikuti studi lapangan untuk belajar budidaya kakao di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, DIY. Mereka juga belajar cara pengolahan produk turunan kakao sehingga nilai jual buah cokelat lebih tinggi.

”Program ini sebenarnya sudah ingin saya wujudkan dari dulu karena potensinya memang bagus. Kata orang-orang, kualitas kakao dari Slogoretno juga bagus. Artinya tidak kalah dengan yang lain,” kata Suparmanto, Senin (1/7/2024).

Tahun ini, pemerintah desa akan memberikan bantuan bibit kakao sebanyak lima batang kepada setiap keluarga di Slogoretno. Pemerintah desa juga memberikan perhatian kepada tanaman kakao yang sudah ada dan masih produktif dengan bantuan pupuk NPK dan KCL. Menurut Suparmanto, harga kakao saat ini sudah mencapai Rp115.000/kg dalam beberapa bulan terakhir. Dia meyakini harga kakao relatif stabil dan tanaman ini tidak mengenal musim, sehingga bisa berbuah sepanjang tahun. Hanya butuh sekitar dua bulan dari bakal buah sampai buah matang dan bisa dipanen.

“Keunggulannya di situ. Ini bisa dipanen sewaktu-waktu, bisa harian atau mingguan sesuai kebutuhan. Artinya ini bisa menjadi pemasukan bagi warga secara rutin,” ujarnya.

Anggota Bidang Produksi Dispertan Wonogiri, Nur Wahyudi, mengatakan kakao menjadi salah satu tanaman perkebunan paling potensial di Kabupaten Wonogiri. Meski tak menyebutkan secara pasti, produksi kakao di Wonogiri disebut termasuk yang paling banyak di Jawa Tengah. Selama ini, tanaman kakao di Wonogiri hanya ditanam di pekarangan-pekarangan rumah atau menjadi tanaman sela. Jatipurno, Girimarto, dan Ngadirojo menjadi penghasil kakao terbesar di Wonogiri.

Pada 2019, pemerintah mencoba memperluas area tanam kakao dengan memberikan bantuan bibit tanaman kakao hingga belasan ribu pohon di Jatipurno dan Girimarto. Hanya saja, petani tidak banyak yang tertarik pada tanaman ini karena pada saat itu harga kakao hanya berkisar Rp20.000/kg. Wahyudi menyampaikan bahwa kakao jika digarap serius bisa sangat menguntungkan, mengingat tanaman ini bukan tanaman musiman dan terus berbuah sepanjang tahun. Di Wonogiri, komoditas ini banyak yang didistribusikan ke Jawa Timur seperti Trenggalek dan sekitarnya.

“Tetapi kalau petani rumahan menjualnya hanya di pasar-pasar atau tengkulak. Biasanya setiap pekan ada dua kali pengiriman ke Jawa Timur dari sini,” ujarnya.

 

0 Komentar